Asal Usul Pasar Senggol
Pasar senggol merupakan peristiwa tradisi yang begitu dekat dengan masyarakat di Desa Selang. Pasar senggol biasanya dirayakan masyarakat Selang ketika memasuki hari Maulid Nabi dan juga Hari Raya Idul Fitri. Kerapnya pasar senggol dihelat disepanjang Jalan Kutoarjo yang melintas di Kelurahan selang.
Namun bagaimana asal usul dari tradisi pasar senggol tersebut?
Peristiwa dan tradisi pasar senggol sendiri dapat dirujuk pada masa Mataram di bawah kekuasaan Raja Amangkurat 1. Pada konteks waktu tersebut, setiap enam bulan sekali para adipati di wilayah barat seperti Cilacap, Banyumas, Purwokerto, Purbalingga, dlsb, memiliki kewajiban untuk membayar dan mengantarkan upeti menuju Keraton Mataram.
Namun di tengah perjalanan mengantarkan upeti menuju Mataram, selalu dganggu oleh gerombolan begal di wilayah Kutowinangun. Berangkat dari permasalahan tersebut, maka diutuslah R. Ng. Kramaleksana yang pada saat itu dikenal memiliki kemampuan olah kanoragan untuk mengawal para adipati selama perjalanan menuju Keraton Mataram
R.Ng. Kramaleksana menyangupi perintah dari Raja Amangkurat I tersebut, namun dengan syarat rombongan adipati di wilayah barat diminta berkumpul terlebih dahulu di Klagen Kilang (Desa Selang) agar kemudian nantinya berangkat bersama-sama menuju Keraton Mataram dengan kawalan R.Ng.Kramalekana.
Dari peristiwa tersebutah, setiap 6 bulan sekali wilayaH Klagen Kilang selalu ramai dengan kehadiran rombongan Adipati Mataram yang berada di wilayah barat. Para adipati tersebut biasanya berkumpul terlebih dahulu di bawah pohon pelem. Berkumpulnya para adipati tersebut memicu perhatian warga disekitar, biasanya warga sekitar sangat ingin melihat para adipati yang sedang beristirahat.
Fenomena tersebut juga menginspirasi menginspirasi R.Ng.Kramalekana untuk menghadirkan tontonan guna menghibur rombongan adipati dan masyarakat sekitar. Maka dipersiapkanlah tanah lapang sebagai arena Gladi (latih tanding) olah kanoragan santri-santrinya dan pertunjukan kesenian-kesenian rakyat lainnya.
Sudah barang tentu acara itu menjadi daya tarik masyarakat tidak hanya yang berada di Klagen Kilang dan sekitarnya saja, tapi juga dihadiri oleh masyarakat Panjer Kota dan Sruni (saat ini Kabupaten Kebumen ) untuk datang berbondong-bondong menontonnya.
Dengan banyaknya masyarakat yang hadir menonton hiburan rakyat selain rombongan para adipati penghantar upeti yang junlahnya sudah ratusan orang. Kesempatan itu dipergunakan oleh masyarakat Klagen kilang dan sekitarnya yang berprofesi sebagai pedagang untuk menggelar dagangannya. Karena saking banyaknya orang yang hadir di arena pertunjukan baik itu penonton maupun pedagang. Maka munculah pasar pelem, karena pasar tersebut berada di bawah pohon pelem dan kebetulan banyak yang sedang berjualan komoditas pelem (buah mangga). Sehingga pasar pelem ini terbentuk secara alamiah, sebagai tempat beristirahatnya para adipati dan tempat berkumpulnya masyarakat sekitar.
Ketika berlangsungnya hiburan dan kegiatan perdagangan lainnya, mereka para kerumunan saling berdesak-desakan dan sengol-menyonggol satu sama lain. Dari situasi semacam itulah, muncul istilah pasar senggol. Hingga saat ini pasar tersebut masih tetap ada dan dilesterikan oleh masyarakat Desa Selang.
***
NB: Tulisan ini bersumber dari Tim Pencari Fakta Sejarah Yayasan Raden Ngabei Kramaleksana, penulis hanya mengartikulasikan ulang kedalam bentuk artikel. Adapun Tim Pencara Fakta Sejarah tersebut yakni:
Ketua Tim : KRT. H. Harso Seta Wasesa, S.H, M.H.
Wakil Ketua TIM : H.R. Risyanto, S.T. Arst
Anggota TIM : R. Ari Kurniawan, S.Sos
Anggota TIM : KR. Ngt Ria Heri Astuti, Amd
Anggota TIM : R. Yanuar Ari Setiyadi, S.E
Anggota TIM : R. Seno Basworo, S.H